Sebagai bentuk pelayanan dan keberpihakan kepada nasib 10 warga korban tol Magelung yang belum menerima uang ganti rugi, Kantor ATR/BPN Kendal siap menerbitkan surat rekomendasi yang ditujukan sekaligus mendorong kepada Pemdes Magelung, dalam kaitan pencairan atau penyerahan hak mereka tersebut.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma | KENDAL | obyektif.id
PERJUANGAN 10 warga Dukuh Dampaan, Desa Magelung, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang lebih dari lima tahun sejak 2017 silam belum menerima uang pembayaran ganti rugi tanah atau lahan mereka yang tergusur oleh proyek pembangunan Jalan Tol Semarang-Batang, hampir menemui titik terang.

Permasalahan yang membuat penyerahan uang ganti rugi senilai lebih Rp 2 miliar itu berbelit-belit, karena masih adanya klaim sepihak dari Pemerintah Desa (Pemdes) Magelung terkait status tanah yang ditempati 10 warga adalah milik desa. Sebab, 10 warga korban tol itu hanya mengantongi lembar dokumen Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda).
Pemdes Magelung beralasan, Ipeda bukanlah alas dasar bukti kepemlikan tanah. Padahal, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Berani-Tuntas (Brantas) Kabupaten Kendal selaku kuasa hukum 10 korban jalan tol itu juga telah menemukan lembar dokumen Letter C atas nama masing-masing dari 10 warga tersebut, yang selama ini sengaja “disembunyikan” oleh pihak Pemdes Magelung.

Letter C adalah bukti kepemilikan tanah di desa. Mirip dengan sertifikat tanah atau rumah, pada dokumen letter C tercantum nomor bidang tanah atau nomor persil.
Untuk mengurai silang-sengkarut itu, untuk kali kesekian, LBH Brantas selaku kuasa hukum 10 korban jalan tol tersebut kembali menyambangi dan beraudiensi di Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) atau Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Kendal, Rabu (4/10/2023).

Didampingi Koordinator Substansi Pengadaan Tanah Fauzi Arief dan Koordinator Substansi Pendaftaran Hak Haris A, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi (Kasi) Pengadaan Tanah ATR/BPN Kendal Bagus Iryanto menerima Ketua LBH Brantas Kabupaten Kendal Sutiyono bersama tim, yaitu Totok Haryanto, Triyono, dan Isman yang mengajak dua orang perwakilan 10 warga korban tol, Muhammad Sa’dun dan Sudiyono.
Turut diundang dalam audiensi, Kepala Desa (Kades) Magelung Muhammad Edi, Sekretaris Desa (Sekdes) Dadi Sarono, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Magelung Abdul Basid, serta Ahmad Jazuli, anggota BPD dan Kemat, mantan Perangkat/Sekdes Magelung.

Sayang, Kades Muhammad Edi, Sekdes Dadi Sarono, dan Ketua BPD Magelung Abdul Basid tidak hadir. Dengan berbagai alasan, Kades dan Sekdes Magelung hanya mewakilkan salah seorang perangkat desa, Raman.
Plt Kasi Pengadaan Tanah ATR/BPN Kendal Bagus Iryanto mengatakan, ATR/BPN Kendal sebenarnya sudah “selesai” atau tidak ada lagi urusan terkait pembayaran ganti rugi korban Jalan Tol Semarang-Batang, termasuk uang ganti rugi lebih Rp 2 miliar bagi 10 warga Magelung tersebut. Sebab, seluruh uang ganti rugi itu sudah diserahkan dan berada di Pemdes Magelung.

Bagus Iryanto menyayangkan ketidakhadiran Kades Muhammad Edi, Sekdes Dadi Sarono, dan Ketua BPD Abdul Basid.
“Jika para petinggi Desa Magelung itu datang, semuanya bisa diklarifikasi secara langsung dan segera diambil keputusan terkait pencairan atau penyerahan uang ganti rugi lebih Rp 2 miliar hak 10 warga korban tol yang selama ini terus digondheli Pemdes Magelung tersebut,” tandasnya.

Namun, sebagai bentuk pelayanan dan keberpihakan kepada nasib 10 warga korban tol yang belum menerima hak mereka, Bagus Iryanto berjanji, pihaknya siap menerbitkan surat rekomendasi yang ditujukan sekaligus mendorong kepada Pemdes Magelung, dalam kaitan pencairan atau penyerahan hak mereka tersebut.
“Setelah merapatkan secara internal, surat rekomendasi akan kami terbitkan dan layangkan kepada Pemdes Magelung, dengan tembusan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) Kabupaten Kendal, selambat-lambatnya dalam sepekan sejak hari atau tanggal audiensi,” kata Bagus Iryanto.

Ketua LBH Brantas Kabupaten Kendal Sutiyono mengapresiasi ketegasan pihak Kantor ATR/BPN Kendal melalui Plt Kasi Pengadaan Tanah ATR/BPN Kendal Bagus Iryanto, dalam audiensi kali ini.
Menurut Sutiyono, penerbitan surat rekomendasi terkait pencairan atau penyerahan uang ganti rugi 10 warga korban tol itu merupakan sebuah keniscayaan sekaligus bagian dari tuntutan pihaknya selaku kuasa hukum mereka. Sebab, bukti-bukti valid dan paripurna, salah satunya berupa dokumen Letter C telah ditemukan.

“Kami berharap, dengan surat rekomendasi dari Kantor ATR/BPN, tidak ada lagi alasan bagi pihak mana pun, terutama Pemdes Megelung untuk terus nggondheli uang ganti rugi hak 10 warga korban tol itu,” ujarnya.
Karena itu, Sutiyono bertekat, LBH Brantas akan terus mengawal penerbitan surat rekomendasi yang dijanjikan ATR/BPN. Bahkan, jika perlu sampai eksekusi pencairan atau penyerahan uang ganti rugi 10 warga korban tol itu terealisasi.

Sepanjang setahun terakhir, LBH Brantas Kabupaten Kendal telah melakukan pendampingan hukum bagi 10 warga korban tol Magelung, serta penelusuran hingga ke sumber permasalahan dan pihak-pihak terkait.
Berkoordinasi dan beraudiensi dengan Pemdes Magelung, Camat Kaliwungu Selatan, Bidang Aset, Bidang Hukum, Inspektorat, Dispermasdes, serta Kantor ATR/BPN Kabupaten Kendal, merupakan bagian dari upaya yang sudah ditempuh untuk menemukan kepastian hukum atas hak uang ganti rugi senilai lebih Rp 2 miliar para korban tol yang selama ini terus “digondheli” Pemdes Magelung.
Diketahui, permasalahan yang membelit 10 warga korban jalan tol ini bermula ketika tempat tinggal mereka tergusur oleh proyek Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) PLN, pada 1977 silam.
Mereka lantas disuruh pindah dan diberi uang kompensasi untuk membeli tanah milik Sakroni, yang berada di Dukuh Grogol, Magelung. Saat itu, pemerintah secara kebetulan mau membangun SD Negeri 2 Magelung di tanah milik desa.
Kemudian terjadi kesepakatan, tanah milik 10 warga di Dukuh Grogol tersebut untuk pembangunan SDN 2 Magelung, dan mereka ditempatkan di tanah milik desa atau bengkok jatah Kepala Desa (Kades) Amat Soekairi (almarhum) yang belakangan tergusur proyek Jalan Tol Semarang-Batang ini.
Tapi sayangnya, 10 warga korban jalan tol ini tidak diberi atau mengantongi surat tukar guling dan hanya memilik dokumen Ipeda, yang jadi alasan pihak Pemdes Magelung “nggondheli” uang ganti rugi mereka.
Kini, setelah dokumen Letter C sebagai bukti paripurna ditemukan, saatnya bagi 10 warga korban tol itu menerima uang ganti mereka. Jangan biarkan mereka terus terzalimi. Mari kita lihat mereka bersyukur dan tersenyum bahagia.***