Tradisi Larangan Jual Nasi di Desa Tlogopucang

Ada filosofi yang dalam di balik histori dari tradisi ini. Konon, nenek moyang atau leluhur Desa Tlogopucang melarang masyarakatnya menjual nasi agar mereka saling berbagi atau bersedekah.
Nasi putih, makanan pokok yang dilarang dijual di Desa Tologopucang.

REPORTER: Sofiatul Muafah | EDITOR: Dwi Roma | TEMANGGUNG | obyektif.id

NASI merupakan makanan pokok sekaligus sumber karbohidrat utama masyarakat Indonesia. Sebab, menu masakan apa pun belum lengkap tanpa kehadiran nasi. Bahkan orang Indonesia merasa belum makan jika belum menyantap nasi.

Masyarakat Indonesia menjadikan nasi (beras) sebagai makanan pokok sehari-hari, meski sejarah mencatat bahwa beras bukanlah satu-satunya sumber karbohidrat utama yang dikonsumsi.

Itulah mengapa, warung makan atau restoran –dengan menu utama nasi—bertebaran di mana-mana.

Namun lain cerita ketika berada di Desa Tlogopucang, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ya, di desa ini tidak akan pernah bisa ditemui warung makan atau warung penjual nasi.

Pasar Desa Tlogopucang, tidak ada satu pun warung penjual nasi.

Sejak dulu, masyarakat Tlogopucang meyakini dan mematuhi larangan menjual nasi, yang sudah menjadi tradisi turun-temurun.

Di Indonesia terdapat beberapa tradisi yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, mulai dari tradisi terkait kelahiran hingga kematian. Terlebih tradisi-tradisi di lingkup masyarakat muslim yang beragam, serta mengandung beberapa unsur dan nilai-nilai religiusitas di dalamnya.

Masyarakat Desa Tlogopucang yang mayoritas muslim sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ukhuwah islamiyah. Mewujud ke dalam sikap atau perilaku sehari-hari seperti kerukunan, gotong royong, serta kegiatan sosial keagamaan, menjadikan larangan menjual nasi sebagai tradisi tersendiri yang sangat dipedomani.

Pembeli mengantre di pedagang makanan di Pasar Tlogopucang, yang hanya menyediakan lontong dan bubur (hasil olahan beras), dan aneka gorengan.

Meski tidak mencakup semua jenis olahan beras atau ”nasi”, larangan menjual nasi di desa ini tergolong tradisi cukup unik. Terbukti, banyak masyarakat luar Desa Tlogopucang yang merasa aneh mendapati kenyataan di desa ni tidak ada warung makan atau orang yang berjualan nasi.

Adapun jenis “nasi” atau olahan beras yang tidak boleh dijual adalah nasi putih alias nasi original. Selain itu, semisal nasi goreng maupun yang dibuat menjadi lontong, arem-arem, ataupun bubur masih bisa dijual di Desa Tlogopucang.

Filosofi-Histori

Memang tidak ada satu pun aturan yang melarang untuk berdagang atau jual-beli nasi. Namun, tradisi larangan jual nasi yang ada di Desa Tlogopucang ini bukanlah suatu perbuatan yang bertentangan dengan syariat agama atau hukum negara.

Justru tradisi ini merupakan sebuah implementasi kepercayaan masyarakat yang sudah diyakini sejak lama, sebagai perwujudan kebudayaan Islam yang secara langsung direalisasikan dalam bentuk amal perbuatan.

Ada filosofi yang dalam di balik histori dari tradisi ini. Konon, nenek moyang atau leluhur Desa Tlogopucang melarang masyarakatnya menjual nasi agar mereka saling berbagi atau bersedekah.

Dengan saling berbagi atau bersedekah, maka akan terlahir masyarakat yang rukun, damai, dan sejahtera, serta dijauhkan dari marabahaya.

Selain itu, sedekah juga menjadi salah satu sifat yang sangat disenangi Allah. Bahkan, dalam Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, “Jagalah diri kalian dari api neraka, sekalipun hanya dengan sedekah setengah biji kurma. Barangsiapa yang tak mendapatkannya, maka ucapkanlah perkataan yang baik.”

Keyakinan dan kepatuhan atas tradisi larangan menjual nasi itu sampai saat ini masih sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Desa Tlogopucang.

Alkisah, pernah ada beberapa masyarakat yang mengabaikan tradisi ini. Namun akhirnya mereka tersadar, setelah berkali-kali jualan nasi selalu tidak pernah laku, bahkan ada yang sampai gulung tikar.***

  • Sofiatul Muafah adalah Mahasiswi STAINU Temanggung.

2 thoughts on “Tradisi Larangan Jual Nasi di Desa Tlogopucang

  1. Tempat kelariran ku yg indah sangat nyaman kerukuran yg luar biasa… walapun ngk ada yg jual nasi alias (wartek) tapi klo ada tamu insya allah tdk bakalan kelaperan karena pasti akan di suguhin (suru makan ma tuwan rumahnya).
    Nyong senang banget lahir nang Tlogopucang. Jidor walapun wong ngunung tapi tetap bangga jd orang ngunung… semoga aman selalu Tlogopucang !!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *