Mensos Korupsi Bansos!

Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, konstruksi kasus ini berawal dari pengadaan paket sembako sebagai bansos penanganan Covid-19 dengan total 272 kontrak senilai Rp 5,9 triliun yang dilaksanakan selama dua periode.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma | JAKARTA | obyektif.id

MENTERI Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19. Ya, ini artinya, satu lagi menteri di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terjerat kasus dugaan korupsi.

Juliari menjadi menteri keempat yang tersandung kasus dugaan korupsi, terhitung sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi (2014-2019). Dua orang lainnya, yakni eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi serta eks Menteri Sosial Idrus Marham, merupakan menteri Jokowi di Kabinet Kerja, pada periode 2014-2019.

Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menaiki tangga menuju ruang pemeriksaan di Lantai II Gedung KPK, Ahad (6/12/2020) dinihari.

Di periode kedua (2019-2024), menteri Jokowi yang terjerat, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Penangkapan Edhy tak berselang lama dari kasus yang menjerat Juliari.

Keempat menteri tersebut berasal dari partai politik. Adapun Idrus merupakan kader Partai Golkar dan Imam merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Kemudian, Edhy adalah kader Partai Gerindra dan Juliari adalah politikus PDI Perjuangan.

Kasus Juliari Juliari ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di tahun 2020.

Tersangka operasi tangkap tangan (OTT) dugaan suap bansos Covid-19 digelandang petugas saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/12/2020). Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan lima tersangka, termasuk Menteri Sosial Juliari Batubara.

Juliari bersama tersangka MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) selaku pejabat pembuat komitmen di Kemensos ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Kemudian, tersangka AIM (Ardian IM) dan HS (Harry Sidabuke) selaku pemberi suap.

Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut atas operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Jumat (5/12/2020) dinihari.

Serahkan Diri

Setelah pengumuman penetapan tersangka, KPK sempat meminta Juliari untuk menyerahkan diri.

Juliari akhirnya tiba di Gedung KPK pada Ahad (6/12/2020) sekitar pukul 02.45.

Menteri Sosial Juliari Peter Batubara di Media Center Covid-19.

Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, konstruksi kasus ini berawal dari pengadaan paket sembako sebagai bansos penanganan Covid-19 dengan total 272 kontrak senilai Rp 5,9 triliun yang dilaksanakan selama dua periode.

Kemudian, menurut KPK, Juliari menunjuk MJS dan AW untuk mengerjakan proyek tersebut.

“Dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS,” ungkap Firli saat konferensi pers, Minggu dinihari.

MJS dan AW lalu mematok harga Rp 10.000 per paket sembako dari nilai satuan paket bansos sebesar Rp 300.000.

Warga penerima bantuan sosial (bansos) Covid-19 berupa paket sembako.

MJS dan AW selanjutnya membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan, yakni AIM dan HS selaku pihak swasta serta PT RPI yang diduga milik MJS.

Penunjukan PT RPI diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh AW.

Setelah fee terkumpul, Firli mengungkapkan, uang diberikan secara tunai kepada Juliari.

“Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee kurang lebih sebesar Rp 12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar,” tuturnya.

Keperluan Pribadi

Uang itu kemudian dikelola oleh EK (Eko) dan SN (Shelvy N), sekretaris di Kemensos, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Menteri Sosial tersebut.

Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (tengah) berfoto dengan warga penerima saat penyaluran Bansos Tunai (BST) di Balai Pertemuan Kelurahan Perdagangan Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (12/11/2020).

Dari periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee sekitar Rp 8,8 miliar selama Oktober-Desember 2020. Uang itu juga diduga akan digunakan untuk keperluan Juliari.

Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *