Pilkada Sukoharjo 2020, Ajang Perang Pemilih Loyalis vs “Swing Voters”

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sukoharjo 2020 diprediksi bakal menjadi ajang pertarungan antara pemilih loyalis melawan swing voters. Keduanya sama-sama kuat.

Dua pasangan calon di Pilkada Sukoharjo 2020, Etik Suryani-Agus Santosa (EA) dan Joko “Paloma” Santosa-Wiwaha Aji Santosa (Joswi) usai pengundian nomor urut.

REPORTER: Prie YN | EDITOR: Dwi Roma | SUKOHARJO | obyektif.id

PEMILIH loyalis merupakan kekuatan pasangan Etik Suryani-Agus Santosa (EA). Sedangkan swing voters menjadi modal pasangan Joko “Paloma” Santosa-Wiwaha Aji Santosa (Joswi) dalam mendulang suara. 

Demikian diungkapkan oleh pakar hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Dr Agus Riwanto.

Panelis dalam debat publik putaran pertama, beberapa waktu lalu itu mengatakan, EA memiliki kekuatan pemilih loyalis dari wilayah perdesaan yang jadi modal dalam pertarungan Pilkada Sukoharjo 2020.

Salah satu karakter pemilih loyalis adalah fanatisme terhadap partai politik (parpol) tertentu dalam hajatan demokrasi lima tahunan.

“Pengamatan saya, pasangan EA cenderung bergerak mengoptimalkan efek sosial dan ekonomi secara pragmatis saat pandemi Covid-19. Banyak masyarakat perdesaan setelah menerima bantuan cenderung loyal. Ini kelebihan pasangan EA, karena Bu Etik merupakan istri Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya,” katanya.

Jaringan Birokrasi

Pasangan EA juga menguasai jaringan birokrasi pemerintah, mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa/kelurahan. Kekuatan birokrasi bisa menjadi salah satu faktor kunci untuk menarik simpati masyarakat dalam pemungutan suara, 9 Desember mendatang.

Sementara swing voters yang menjadi modal Joswi pada pertarungan Pilkada Sukoharjo 2020 merupakan pemilih rasional, dengan tingkat pendidikan menengah ke atas, mapan, dan tinggal dalam wilayah perkotaan. Sebagian swing voters merupakan pemilih pemula dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

Swing voters merupakan kaum paling kritis dan cenderung mencermati program kerja secara saksama pasangan calon.

Nah, swing voters ini cenderung memilih pasangan Joswi. Salah satunya isu ‘dinasti politik’. Bagi swing voters, terutama pemilih pemula, isu ‘dinasti politik’ kurang baik dalam pembangunan demokrasi,” ujarnya.

Dosen Fakultas Hukum UNS Solo ini menyebut di atas kertas, pasangan EA masih mengungguli pasangan Joswi dalam pertarungan Pilkada Sukoharjo 2020.

Suara NU

Namun, Joswi bisa membalikkan keadaan jika bisa menggaet mayoritas swing voters dari wilayah perkotaan. Wilayah itu, yakni Kartasura, Grogol, dan Sukoharjo.

Agus juga menganalisis peran organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam mendongkrak suara saat pencoblosan.

“Suara warga Nahdlatul Ulama (NU) Sukoharjo bakal menentukan dan berandil besar dalam memenangkan pasangan calon. Ini yang akan masyarakat tunggu selama bergulirnya masa kampanye hingga 5 Desember,” paparnya.

Sementara itu, seorang warga asal Kelurahan Combongan, Kecamatan Sukoharjo, Anang Wahyu Setyawan mengaku belum menentukan pilihan pasangan calon dalam pilkada. Dia ingin mencermati secara detil program kerja kedua pasangan calon.

Anang tak ingin terjebak dalam pusaran politik transaksional dalam memilih calon pemimpin masa depan.

“Saya ingin menggunakan idealisme dalam menentukan pilihan pasangan calon. Satu surat suara sangat berharga bagi pasangan calon. Jadi harus benar-benar menentukan pilihan secara rasional,” katanya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *