Pecah Keramaian Kota Semarang, Ita Gelar Pasar Rakyat

Dengan adanya 150 lapak pada acara ini merupakan salah satu contoh Kota Semarang sudah bangkit lagi dari pandemi Covid.

REPORTER/EDITOR: Omegantoro | SEMARANG | obyektif.id

PEMERINTAH Kota Semarang terus berupaya untuk memecah keramaian Kota Semarang agar tidak terfokus hanya pada kawasan Simpang Lima saja. Sehingga nantinya berbagai kawasan seperti di lingkungan kelurahan dan kecamatan masing-masing bisa menciptakan roda perputaran ekonominya secara mandiri.

“Acara Gebyar Pasar Rakyat Bangetayu Kulon ini sangat luar biasa karena memecah keramaian. Sehingga nantinya tidak akan menumpuk di Simpang Lima sehingga ekonomi akan maju utamanya di daerah Genuk sini,” ujar Plt. Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, Ahad (23/10/2022).

Menurut Ita sapaan akrabnya, seluruh pihak seperti pemerintah, perbankan, sponsor dan lainnya akan terus memberikan support. Dengan adanya 150 lapak pada acara ini merupakan salah satu contoh Kota Semarang sudah bangkit lagi dari pandemi Covid.

Dirinya menyebut bahwa akan mengundang salah satu bank agar ada pendampingan supaya UMKM dapat berkembang dan masuk ke toko-toko retail. Dengan adanya pendampingan, UMKM nantinya bisa naik kelas sehingga akan dibina hingga ke jenjang ekspor.

“Kalau ada perbankan yang masuk memberi support maka panjenengan akan dibantu bagaimana UMKM akan naik kelas. Ini adalah salah satu peluang, mengolah hal-hal kecil menjadi hal besar untuk dikembangkan hingga bisa ke luar negeri,” tutur Ita.

Ita menambahkan tidak apa-apa memulai usaha dari kecil, karena ini merupakan semangat yang sangat luar biasa.

“Jika dari warga ini sudah ada semangat membuka lapaknya, kita mencoba mensinkronkan dengan perbankan, stakeholder, BUMN dan lainnya yang mungkin bisa membangun,” katanya.

Kehadiran Ita dalam acara ini merupakan salah satu bentuk dukungan untuk membantu meramaikan acara, dirinya ingin mendukung para pelaku UMKM khususnya perempuan.

“Perempuan jika bisa berdaya pasti lebih mandiri dan tidak akan terjadi kekerasan rumah tangga dikarenakan punya kemandirian,” ungkap Ita.

Pada kesempatan tersebut Ita menambahkan nantinya beberapa UMKM memerlukan inovasi-inovasi agar hasilnya bisa diolah lebih baik lagi. Dirinya mencontohkan hasil dari bahan baku sukun, tepung sukun di Indonesia tergolong mahal yaitu menyentuh harga 40 ribu, sedangkan budidayanya di Indonesia tetapi harga jualnya lebih mahal maka dari itu dibutuhkan inovasi untuk mengolah sukun. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *