Sambut Maulid Nabi, Warga Seputar Baitul Muttaqin Kaliwungu Gelar “Ya Karim”

Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW, masyarakat Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah punya tradisi unik Wehwehan atau Ketuwinan. Mereka berkunjung kepada tetangga ataupun kerabat, serta saling bertukar dan berbagi makanan.

Ibu-ibu dan anak-anak warga seputar Musholla Baitul Muttaqin, Jalan Mutiara Raya, Desa Krajankulon, Kecamatan Kaliwungu bersukacita dalam gelaran tradisi Ya Karim atau wehwehan mini.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma

MENJELANG Maulid Nabi Muhammad SAW 1442 Hijriyah, yang jatuh pada 29 Oktober 2020 mendatang, warga RT 02 dan RT 03/RW 12 Desa Krajankulon, Kaliwungu, Kendal menggelar Ya Karim atau tradisi wehwehan “kecil”, Jumat (16/10/2020).

Diikuti ibu-ibu dan anak-anak, wehwehan mini ini mulai digelar selepas Ashar dan berlangsung singkat, dipusatkan di halaman depan Musholla Baitul Muttaqin, Jalan Mutiara Raya.

Ketua Takmir Musholla Baitul Muttaqin Muhammad Subkhan menjelaskan, Ya Karim atau weh-wehan sudah berlangsung ratusan tahun lalu. Tradisi itu dilakukan oleh para ulama penyebar agama Islam di Kaliwungu sekitarnya, dengan tujuan untuk memperingati hari lahir dan wafatnya Nabi Muhammad.

Ketua Takmir Musholla Baitul Muttaqin Muhammad Subkhan.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa ketika Rasulullah SAW sedang bertawaf di Kabah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”.

Rasulullah SAW pun menirunya mengucap “Ya Karim! Ya Karim!”

“Tradisi itu terus dipertahankan sampai sekarang,” kata Subkhan, di sela acara.

Ustaz Subkhan menambahkan, tradisi weh-wehan atau ketuwinan hanya dapat dijumpai di Kota Kaliwungu. Istilah weh-wehan berasal dari kata weweh (Bahasa Jawa) yang berarti memberi. Sedangkan istilah ketuwinan berdasar dari kata tuwi atau tilik (Bahasa Jawa), artinya menengok atau berkunjung atau silaturahmi.

“Jadi wehwehan atau ketuwinan artinya memberi atau berkunjung atau bersilaturahim kepada tetangga, teman, kerabat, atau saudara,” ujarnya.

Masyarakat Kaliwungu menyiapkan berbagai makanan tradisional yang dihidangkan di depan rumah masing-masing. Mereka seperti berjualan. Tetangga yang berkunjung untuk memberi makanan, akan diganti dengan makanan miliknya.

Ibu-ibu saling bertukar dan memberikan makanan saat gelaran tradisi Ya Karim atau wehwehan mini yang dipusatkan di teras depan Musholla Baitul Muttaqin.

Makanan Kemasan

Makanan tradisional yang dihidangkan, adalah sumpil. Sumpil terbuat dari nasi yang dibungkus daun bambu (seperti ketupat) berbentuk segitiga. Cara memakannya dicampur dengan sambal kelapa.

“Tapi sekarang, makanannya sudah tidak hanya sumpil, tapi juga ada bubur, kolak, roti, snack, dan lainnya,” ujar Nenny Krismiaty, ketu PKK RT 02 yang mengoordinasi ibu-ibu.

Benar, sekarang tradisi wehwehan sudah diwarnai dengan aneka makanan atau jajanan-jajanan kemasan modern. “Ibu-ibu sekarang pengin cari praktisnya saja, Terpenting adalah menjaga dan melestarikan tradisinya,” tutur Mella Kurniawati, sekretaris PKK 03 yang turut meramaikan gelaran Ya Karim atau wehwehan mini ini.

Ibu-ibu dan anak-anak antusias saling bertukar dan berbagi makanan di teras depan Musholla Baitul Muttaqin.

Istiqomah, ustazah atau guru ngaji setempat mengungkapkan, tradisi wehwehan atau ketuwinan sudah ada sejak dia kecil. Selain tradisi wehwehan, ada pula teng-tengan.

Teng-tengan adalah semacam lampu lampion, terbuat dari bilah bambu dan kertas yang di dalamnya ada lampu dari minyak. Pada awalnya bentuk lampion ini masih terbatas pada bentuk pesawat, perahu, ataupun bintang. Namun seiring berjalannya waktu, kreativitas pun berkembang. Di dalam lampion, tidak lagi lampu dari minyak, tapi sudah berganti nyala lampu listrik.

“Lampion biasa dipasang di depan rumah di bulan Maulud ini. Namun untuk yang suka kepraktisan, biasanya teng-tengan ini diganti dengan lampu hias listrik warna-warni,” beber istri Ustaz Muhammad Subkhan yang sama-sama warga asli Kaliwungu ini.***

Ekspresi sukacita ibu-ibu dan anak-anak sebelum acara Ya Karim atau wehwehan mini dimulai di teras depan Musholla Baitul Muttaqin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *