Karnaval Budaya Desa Meteseh Publikasikan Batik Khas “Tlasih-Tobong”

Nama batik “Tlasih-Tobong” dipilih karena dua kata ini mewakili kekhasan, sejarah, dan identitas Desa Meteseh.
Ibu-ibu perwakilan Pokdarwis dan remaja Karang Taruna memperkenalkan batik khas “Tlasih-Tobong” dalam Karnaval Budaya Desa Meteseh. // KLIK gambar untuk nonton VIDEO-nya!

REPORTER/EDITOR: Dwi NR | KENDAL | obyektif.id       

MEMERIAHKAN Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-79 Kemerdekaan Indonesia, dua kain batik bermotif khas “Tlasih-Tobong” dikenalkan ke publik dalam gelaran Karnaval Budaya Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Ahad (18/8/2024) siang.

Karnaval budaya bertema “Merajut Desa Berkarya dan Berdaya” ini diselenggarakan oleh Karang Taruna Padmanaba Drusila, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Abyudaya, dan Pemerintah Desa (Pemdes) Meteseh.

Rombongan peserta karnaval budaya berjalan rapi sambil mengibarkan Bendera Merah Putih. // KLIK gambar untuk nonton VIDEO-nya!

Dua motif kain batik “Tlasih-Tobong” mengawali rombongan arak-arakan di sepanjang Jalan Lamerding, Dusun Krajan Tengah, Krajan Timur, Teseh, Jalan Tulang Bawang, hingga Rowosari.

Dua kain batik berukuran 2 meter x 1,5 meter persegi dan 3 meter x 1,5 meter persegi dibentangkan oleh perwakilan Karang Taruna (Hemas, Fitri, Ariska ) dan perwakilan Pokdarwis (Herny dan Muslimah). Mereka mengiringi Kepala Desa (Kades) Meteseh Sisyanto dan Ketua TP PKK Desa Meteseh Suparni.

Salah satu peserta karnaval budaya mengenakan busana unik burung Garuda. // KLIK gambar untuk nonton VIDEO-nya!

Kemudian, mengiringi mereka, Marching Band Drum Corps Swara Perkasa Pringapus, Kabupaten Semarang dan Banser Dusun Rowosari. Dan, diikuti kontingen berikutnya. Titik start berada di depan Perumahan Meteseh Asri 1 dan finish di Dusun Rowosari.

Ketua Pokdarwis Desa Meteseh Heri Condro Santoso mengatakan, gagasan membuat batik khas dengan identitas desa muncul setelah sebelumnya mereka menginisiasi logo desa melalui sayembara. Bersama Sekretaris Pokdarwis yang juga pengrajin batik, Imroatun Jamila, kemudian mencoba mewujudkan batik ini.

Gunungan hasil bumi berisi sayuran dan buah-buahan ikut diarak sebelum diperebutkan warga di akhir karnaval. // KLIK gambar untuk nonton VIDEO-nya!

Nama batik “Tlasih-Tobong” dipilih karena dua kata ini mewakili kekhasan, sejarah, dan identitas Desa Meteseh.

“Dua nama ini sebagai bagian dari ikhtiar kami untuk memantik kesadaran budaya agar kita –manusia– tak lupa pada akar sejarah,” ujar Heri.

Nama “tlasih” atau nama lainnya, tlaseh, selasih, basil, atau basilikum (Ocimum), terinspirasi dari sejarah nama Desa Meteseh yang diciptakan oleh Kiai Dapi atau Mbah Daliyah Dapi –orang pertama yang datang dan bermukim (bubak yoso) Desa Meteseh.

Konon, dulu dia memasuki kawasan hutan atau kopen (bahasa Jawa) yang di dalamnya banyak tumbuhan kelapa, kopi, dan tanaman lainnya. Kawasan itu tak terawat dan tak ada penghuninya, karena tak ada orang yang berani tinggal.

Singkat cerita, orang pertama yang berani bermukim di situ adalah Kiai Dapi. Kemudian, setelah itu, sedikit demi sedikit, orang lain pun berani, hingga menjadi sekelompok hunian dan menjadi seperti wilayah desa.

“Kiai Dapi menjumpai di kawasan itu banyak tanaman atau kembang tlasih atau telaseh. Maka, kemudian daerah itu, diberi nama Meteseh,” jelas Heri.

Sementara nama “tobong”, diambil dengan pertimbangan Meteseh dikenal sebagai salah satu daerah sentra kerajinan genteng dengan brand Genteng Mantili. Bisa dikatakan, sejak era 1970-an, genteng menjadi ciri khas Meteseh–meski kini, lambat laun semakin meredup.

Tobong merupakan sarana pembakaran tanah liat yang sudah dicetak (dipres) hingga menjadi genteng.

“Tobong tidak hanya sarana pembakaran. Di sana menyimpan makna filosofis. Di balik pembuatan genteng, ada proses panjang, dan pada proses akhir ada pembakaran. Bisa dimaknai, dalam konteks kehidupan, sebelum menjadi manusia seutuhnya, manusia akan melewati beragam proses. Beragam proses itu akan membuat manusia matang. Berbagai halangan, rintangan, masalah yang dihadapi pada akhirnya membawa kita pada hasil yang diharapkan,” tutur pegiat Komunitas Lerengmedini (KLM) ini.

Heri berharap, adanya ikon batik khas Meteseh “Tlasih-Tobong”, bisa menjadi spirit/semangat bersama segenap elemen masyarakat, organisasi perangkat desa, anak muda, kaum tua, lelaki-perempuan, untuk saling bahu-membahu, saling nyengkuyung untuk mewujudkan desa yang berdaya.

“Jika semua guyub, kompak, sama-sama memiliki niat baik untuk membangun desa, majunya desa hanya menunggu waktu. Semua bergantung dari kita,” harap Heri.

Kepala Desa Meteseh Sisyanto menyambut baik inisiatif dari Karang Taruna dan Pokdarwis ini. Dia berharap, warga bisa membeli dan bangga mengenakannya.

Selain batik adalah warisan budaya, dengan memiliki motif khas desa, tentunya ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga.

“Saya berharap, ini menjadi semangat baik bagi segenap komponen masyarakat untuk bersama-sama bangga dan memajukan desa,” kata Sisyanto.

Meriah

Karnaval budaya berjalan meriah. Warga pun tampak tumpek-blek memadati sebagian jalan yang dilalui rombongan kontingen peserta karnaval. Karnaval dikuti lembaga pendidikan/sekolah, organisasi masyarakat/kepemudaan, organisasi perangkat desa, serta RT/RW dan dusun di Desa Meteseh.

Beberapa peserta karnaval, antara lain: SMK Bhakti Nusantara (Bhinus), Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam Dusun Sasak, warga RT 01 Dusun Sasak, serta warga RT 07 dan RT 05 Dusun Teseh.

Dalam karnaval yang diikuti ratusan peserta itu, beragam ide kreatif ditampilkan masing-masing peserta. Mulai dari anak-anak, dewasa hingga orang tua kompak mengenakan kostum atau baju tema kemerdekaan dan perjuangan.

Ada yang mengenakan pakaian adat, ada yang mengusung kreasi bahan-bahan sampah daur ulang untuk dibuat busana, hingga menampilkan sosok-sosok pahlawan bangsa.

Di akhir rombongan, warga turut memperebutkan gunungan hasil bumi kreasi dari warga RT 01 Dusun Sasak.

Ketua Panitia Karnaval Budaya dan Meteseh Expo Maria Suci Kumaraningtyas mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk menjadi daya ungkit dan promosi potensi Desa Meteseh ke publik dan ajang silaturahmi antarwarga dan elemen masyarakat dalam spirit kebersamaan, keguyuban, dan kegotongroyongan.

“Selain itu, tentu saja, dalam momentum peringatan Kemerdekaan RI, ini bisa menjadi sarana edukasi kepada generasi muda dan anak-anak mengenai ragam budaya Nusantara. Apa yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan, harapannya bisa dijaga dan diteruskan oleh generasi muda,” ujar Bu Ucik, panggilan akrabnya. 

Bu Ucik mengapresiasi segenap warga yang mengikuti karnaval ini, termasuk lembaga pendidikan/sekolah yang dengan segenap daya upayanya, ikut menyemarakkan karnaval budaya sebagai rangkaian Merti Desa Meteseh ini.   Bu Ucik menyampaikan, karya terbaik peserta mendapat apresiasi/penghargaan berupa uang pembinaan, piagam, dan trofi yang akan diumumkan saat gelaran Meteseh Expo di Kampung Lawas Rowosari, 30-31 Agustus 2024.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *