Literasi Religi dan Mabit merupakan program unggulan Spentis menuju sekolah religius, yang mengakomodasi semua agama dan keyakinan, sejalan dengan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) dan pelahiran Profil Pelajar Pancasila.

REPORTER/EDITOR: Dwi NR | KENDAL | obyektif.id
KEGIATAN peningkatan dan penguatan literasi semakin gencar digaungkan di sekolah-sekolah, negeri maupun swasta. Tapi Literasi Religi, yang digenapi dengan kegiatan Malam Bina Iman dan Takwa (Mabit), boleh jadi baru ada di SMP Negeri 3 Singorojo, Desa Banyuringin, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Setiap pagi, sebelum jam pelajaran dimulai, kegiatan Litetasi Religi sudah mengawali di sekolah yang tenar dengan sebutan Spentis ini.
Sebelum masuk kelas, seluruh siswa-siswi dibiasakan untuk tadarus atau membaca surat-surat pendek Alquran dan berdoa. Bagi yang nonmuslim, kebiasaan serupa juga dilakukan, sesuai ajaran keyakinan mereka.

Digagas Wakil Kepala (Waka) Kurikulum Dewi Ratnawati dan Waka Umum Wartoyo, Literasi Religi memang baru digulirkan di Spentis sejak tahun ajaran 2023-2024 ini.
Meski terbilang baru, Dewi Ratnawati menyebut, program Literasi Religi masuk Struktur Kurikulum Sekolah. Sejalan dengan peningkatan jadwal Mabit, yang semula dua bulan sekali, kini menjadi agenda rutin sebulan sekali.

“Program terobosan di jalur literasi ini menjadi bagian dari upaya SMP Negeri 3 Singorojo menuju sekolah religius,” ungkap Dewi Ratnawati, yang tercatat sebagai Guru Penggerak Angkatan V.
Saban Jumat dan Sabtu, selepas jam istirahat pertama, seluruh siswa-siswi muslim Kelas VII dan VIII langsung bergerak serempak menuju Musholla Mujahidin milik sekolah.

Mereka diajarkan tata cara berwudhu dan praktik sholat. Bahkan, mereka juga dibiasakan sholat Dhuha berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan bertadarus, mengaji dan menghafal surat-surat Juz Amma atau Juz 30 Alquran.
Semuanya diajarkan secara baik dan benar sesuai tuntunan atau syariat. Peserta didik putra di lantai dasar, yang putri di lantai II.

Khusus Literasi Religi hari Jumat, anak-anak putra langsung wajib menunaikan Sholat Jumat, dengan Khatib dan Imam ustaz dari Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Darussalam Gontor Cabang Kendal.
“Melalui Literasi Religi, kami bertekat mengantarkan anak-anak didiknya supaya lebih cakap memahami ajaran-ajaran Islam, khususnya pemahaman terhadap Kitab Suci Alquran,” terang Rubiyadi, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sekaligus pengajar Literasi Religi ini.

Lebih dari itu, Rubiyadi juga tengah mempersiapkan empat siswa-siswinya yang diproyeksikan untuk berkompetisi sebagai Hafiz-Hafizah alias penghafal Juz 30 Alquran di Lomba Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI) Kabupaten Kendal 2024 mendatang.
Empat siswa-siswi pilihan untuk berkompetisi di MAPSI 2024 itu masing-masing adalah Rendy Eka Prasetyo (Kelas VIII-A), Bhakti Prayuda (Kelas VII-D), Nadine Aulia Khusna (Kelas VII-B), dan Miyuki Cahaya EB (Kelas VII-A).

Didampingi Nadine Aulia Khusna sahabatnya, Miyuki Cahaya EB, salah satu dari mereka mengaku akan terus mengasah kemampuan memperlancar bacaan dan menghafal surat-surat Juz Amma atau Juz 30 Alquran.
“Salah satu caranya, ya dengan rajin mengikuti seluruh kegiatan Literasi Religi dan Mabit di sekolah,” ujar Miyuki. Terutama bimbingan terarah oleh Rubiyadi, Ustazah Kasmonah, maupun ustaz-ustazah yang khusus didatangkan dari IKPM Darussalam Gontor Cabang Kendal.

Sebagai pengajar Literasi Religi, Ustazah-Hafizah Kasmonah mengaku tak banyak mengalami kendala dalam penyampaian materi kepada peserta didiknya.
“Kalaupun ada hambatan, biasanya saya melakukan pendekatan-pendekatan personal yang bisa membuat peserta Literasi Religi merasa nyaman,” tutur Kasmonah.

Kepala SMP Negeri 3 Singorojo Agus Wachiddin mengapresiasi dan mengungkapkan kebanggaannya terhadap kolaborasi dan sinergitas seluruh yang terlibat di Literasi Religi dan Mabit. Dari jajaran guru, siswa-siswi, serta ustaz-ustazah dari luar yang turut membantu, sehingga program ini sukses bergulir.
Agus Wachiddin menegaskan, Program Literasi Religi dan Mabit di Spentis tidak melulu untuk peserta didik muslim atau yang beragama Islam.

“Siswa-siswi nonmuslim pun tetap terakomodasi dan terlayani dalam program ini,” kata Agus Wachiddin.
Tentu, semuanya menjadi landasan bagi langkah-langkah Spentis menuju sekolah religius, yang mengakomodasi semua agama dan keyakinan, sejalan dengan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) dan pelahiran Profil Pelajar Pancasila.

Dari jumlah total 265 peserta didik di Spentis saat ini, enam di antaranya merupakan siswa nonmuslim, yang kebetulan semuanya pemeluk agama Kristen. Untuk mereka, pihak sekolah mendatangkan guru khusus Nasrani, Riyani Kristinawati.
Di Ruang Kepala Sekolah, di kegiatan Mabit, Jumat (6/10/2023) malam, Riyani terlihat sabar dan telaten saat melakukan bimbingan rohani kepada Imanuel Krishna Wirna Maha Wira dan Daniel Vickel, dua dari enam siswa Nasrani, yang sama-sama duduk di Kelas VII-B.

“Materi-materi bimbingan yang saya sampaikan, selalu berdasar pada Alkitab (Injil) dan didukung buku ajar Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti,” terang Riyani, pengajar khusus siswa-siswi Kristen di Literasi Religi dan Mabit.
Di malam yang sama, di lapangan sekolah, Mabit berlangsung seru. Seluruh siswa-siswi (Muslim) Kelas VII dan VIII, mengikuti seluruh agenda kegiatan yang dipandu Wakil Kepala Kesiswaan Aji Basuki. Mulai makan-minum bersama secara kompak dan tertib, jam tidur teratur, hingga bangun dinihari untuk menunaikan qiyamulail atau sholat Tahajud, dilanjut dengan tadarus dan sholat Subuh berjamaah.

Sementara senior mereka, siswa-siswi Kelas IX turut hadir untuk mendampingi dan mengawasi ketertiban adik-adik kelas mereka selama mengikuti kegiatan Mabit.
Untuk pembinaan dan bimbingan keagamaan disampaikan oleh delapan pengajar, empat ustaz dan empat ustazah yang dipimpin Ustaz Tahsya Ainul Haq dari Departemen Pendidikan IKPM Darussalam Gontor Cabang Kendal.

“Kurikulum pembelajaran yang kami berikan di Mabit, di antaranya fashahah qiraahatau pembetulan bacaan Alquran, serta penambahan doa-doa harian yang bisa dibaca selepassholatdan pembentukan karakter,” jelas Ustaz Tahsya Ainul Haq.
Karena masih dalam suasana Bulan Maulid, siswa-siswi peserta Mabit juga diguyur tausiyah dan diajak belajar seputar maulid atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, serta kisah perjalanan dan keteladanan Rasulullah. Mereka dibagi dalam tiga kelompok, duduk lesehan, diajak belajar dan berdiskusi secara interaktif dengan dua atau tiga ustaz-ustazah pembimbing..

Gempita dan bahagia senantiasa membuncah di raut muka siswa-siswi peserta Mabit. Tak terkecuali Savira Lulut Utari (Kelas VIII-C), Shanti Nila Sari (Kelas VII-D), dan Annisa Rahmawati (Kelas VII-D).
Menurut ketiganya, banyak ilmu agama yang mereka dapat dari keikutsertaan di Program Literasi Religi dan Mabit, yang semakin memperluas wawasan pengetahuan agama mereka. Menguatkan keimanan dan spiritualitas mereka. Terutama seputar baca-tulis dan kajian kandungan Alquran.

“Saya jadi tahu banyak tentang baca-tulis Arab, terutama Alquran,” cetus Shanti Nila Sari.
Senada, Savira Lulut Utari yang sudah beberapa kali mengikuti Mabit, mengaku senang dan mendapatkan manfaat dari keikutsertaannya di program literatif ini. “Pokoknya jadi lebih mengerti tentang agama dan makna yang terkandung dalam Alquran,” bebernya.

Istilah literasi mungkin sudah sering didengar, tapi belum benar-benar dipahami artinya. Lantas, apa pengertian literasi?
Dalam arti sederhana, literasi adalah kemampuan membaca dan menulis atau keberaksaraan. Namun seiring perkembangan zaman, literasi rupanya tak hanya soal keberaksaraan.
Literasi rupanya juga diartikan sebagai kemampuan berbicara, berhitung, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, memahami, dan menggunakan potensi kemampuan diri.
Hal ini membuat pengertian dan jenis literasi pun berkembang. Jenis-jenis literasi yang telah berkembang di masyarakat seperti dikutip dari Buku Panduan Gerakan Literasi Nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, meliputi Literasi Baca dan Tulis; Literasi Numerasi; Literasi Sains; Literasi Digital; Literasi Finansial; serta Literasi Budaya dan Kewargaan.
Betapapun literasi tak boleh hanya dimaknai sebatas kegiatan keberaksaraan atau kemampuan baca-tulis. Maka, keberadaan Literasi Religi yang digagas dan dipelopori SMP Negeri 3 Singorojo adalah keniscayaan di tengah perubahan dan perkembangan zaman.
Literasi Religi merupakan terobosan sekaligus dobrakan bagi layanan pendidikan, yang perlu terus mendapat dukungan untuk perkembangannya. Literasi Religi adalah pondasi dasar untuk penguatan spiritualitas pelajar, demi keterwujudan tekat SMP Negeri 3 Singorojo atau Spentis menuju sekolah religius! Semoga.***