Haul yang dirangkai dengan kirab dan penjamasan pusaka Syekh Bhre Bintoro atau Raden Bintoro ini merupakan wujud penghormatan atau nguri-uri ajaran leluhur, yang memiliki nasab atau garis keturunan langsung Sunan Kalijogo.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma | KENDAL | obyektif.id
WAKIL Bupati (Wabup) Kendal Windu Suko Basuki hadir dan turut berjalan kaki melakukan Kirab dan Penjamasan Pusaka Kanjeng Kiai Jungkat Kaliyitno peninggalan Sunan Kalijogo memperingati Haul Syekh Bhre Bintoro atau Raden Bintoro di Dusun Ngrau Krajan, Desa Tunggulsari, Kecamatan Brangsong, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Sabtu (30/7/2022).
Rangkaian kegiatan tradisi budaya Islami ini dihelat bertepatan dengan Tahun Baru 1444 Hijriah, 1 Muharam atau 1 Suro (Asyura).

Berjalan kaki mengelilingi desa setempat, kirab diikuti sejumlah anak cucu keturunan serta kerabat Raden Bintoro dan ratusan warga sekitar, dengan tiga kelompok iring-iringan yang masing-masing sambil menggotong gunungan berisi hasil bumi berupa buah-buahan dan sayuran.
Berangkat dari rumah petilasan Raden Bintoro di dusun setempat, tempat dilakukan prosesi serah pinampi atau serah terima Pusaka Kanjeng Kiai Jungkat Kaliyitno oleh Raden Eko Widodo, perwakilan anak cucu keturunan Syekh Bhre Bintoro kepada Kiai Moh Muchsinun, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Baitussyakirin sekaligus tokoh ulama setempat, kirab berakhir di lokasi Makam Syekh Bhre Bintoro, yang langsung dilanjut dengan prosesi penjamasan pusaka dan penggantian luwur atau kain penutup makam.

Setiba di lokasi makam, gunungan berisi hasil bumi berupa buah-buahan dan sayuran langsung diserbu dan ludes jadi rebutan warga.
Turut hadir Kepala Desa (Kades) Tunggulsari Abdul Hamid, sesepuh, serta sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat.

Wabup Windu Suko Basuki atau akrab disapa Pakde Bas, yang mendapat kehormatan menerima Pusaka Kanjeng Kiai Jungkat Kaliyitno dari Kiai Moh Muchsinun, sangat mengapresiasi dan berjanji untuk lebih memperhatikan acara tradisi budaya-keagamaan seperti ini, agar bisa lebih dikenal dan memasyarakat.
“Lokasi Makam Syekh Bhre Bintoro ini ke depan bisa dimasukkan dalam agenda pelestarian budaya dan dikembangkan menjadi kawasan wisata religi,” kata Pakde Bas.

Kades Tunggulsari Abdul Hamid mengungkapkan, kehadiran Wabup Windu Suko Basuki adalah kehormatan tersendiri bagi desanya, karena sejauh ini merupakan pertama dan satu-satunya pimpinan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kendal yang memberikan apresiasi dan terlibat langsung pada kirab dan penjamasan pusaka dalam rangkaian Haul Syekh Bhre Bintoro.
“Haul yang dirangkai dengan kirab dan penjamasan pusaka ini merupakan wujud penghormatan atau nguri-uri ajaran leluhur, yang memiliki nasab atau garis keturunan langsung Kanjeng Sunan Kalijogo,” ujar Raden Eko Widodo, perwakilan anak cucu keturunan Syekh Bhre Bintoro.

Didampingi adik dan saudaranya, Raden Danang Hadi Wijoyo dan Raden Arya Santo Eko Nugroho, Raden Eko Widodo menyebut, haul kali ini merupakan gelaran kelima selepas pemugaran, sekaligus menjadi yang paling meriah dan khidmat di sepanjang sejarah perhelatannya selama ini.
Haul Syekh Bhre Bintoro dihelat di area makam, Jumat (29/7/2022) malam selepas isya. Tuntas hingga tengah malam, haul diisi pengajian oleh Habib Fairdaus Al Munawar dari Kendal.

Dalam tausiyahnya, Habib Firdaus Al Munawar membeberkan tentang makna haul.
“Haul tidak lepas dari pengertian sebagai peringatan sekaligus penghormatan atas hari ‘kematian’ orang-orang besar dan pilihan yang memiliki kemuliaan,” tuturnya.

Habib Firdaus juga menyinggung relevansi haul dengan makna Tahun Baru Hijriah, 1 Muharam atau 1 Suro (Asyura).
Secara silsilah, Raden Bintoro adalah keturunan Raden Fatah atau Sultan Bintoro Demak pemilik zuriyah atau trah Sunan Kalijogo, yang menjadi utusan Kesultanan Demak untuk membantu Sunan Katong berdakwah mensyiarkan Islam di Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal.

Berkat perjuangan Sunan Katong dan dukungan Raden Bintoro itulah, Kaliwungu dikenal menjadi Kota Santri, dan Kendal berjuluk “Kota Beribadat” atau kabupaten yang kental dengan atmosfer religiusitas.
Pusaka Kanjeng Kiai Jungkat Kaliyitno yang selalu dijamas saban tahun, pada 1 Suro merupakan pusaka peninggalan Kanjeng Sunan Kalijogo, yang menjadi ageman atau pegangan Syekh Bhre Bintoro atau Raden Bintoro semasa hidupnya.

Adapun ajaran Syekh Bhre Bintoro yang terus melekat dan hidup hingga kini adalah “Molimo”, sebagaimana ajaran mulia Sunan Kalijogo.
“Molimo” atau “Ma-Lima” meliputi “Manembah” atau menyembah kepada Allah dan mengikuti ajaran-ajaran Rasulullah SAW, “Maguru” atau berguru atau mencari ilmu lahir dan batin; “Makaryo” atau bekerja secara lahiriah maupun batiniah; “Mangabdi” atau pengabdian dengan ketulusan cinta kasih; serta “Martopo” atau nyawiji atau menyatukan dengan sifat-sifat Agung Allah.***