Perbandingan proses pengolahan big data menggunakan komputer server biasa memakan waktu hingga 3-4 bulan, dengan keakuratan data hanya 50 persen. Jika menggunakan supercomputer, proses pengolahan data cuma butuh waktu 4 jam, dengan tingkat keakuratan data mencapai 95 persen.

REPORTER: Herry Santoso | EDITOR: Dwi Roma | SEMARANG | obyektif.id
SUPERCOMPUTER merupakan komputer dengan kecepatan dan kepintaran super. Berfungsi untuk menghitung dan melakukan komputasi secara masif dan kompleks, yang tidak bisa diselesaikan dengan komputer biasa. Butuh waktu sangat lama jika tetap mengandalkan komputer konvensional.
Begitulah yang diyakini sekaligus “promosi” Wilson Lisan, wong Semarang yang berhasil mendirikan perusahaan supercomputer atau komputer super komersial yang diberi nama EFISON Lisan Teknologi, saat ditemui obyektif.id di kantornya, Jalan Kokrosono Nomor A-11, Panggung Lor, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (8/7/2022).

“Banyak sekali manfaat supercomputer bagi ilmu pengetahuan dan kemajuan berbagai bidang teknologi,” katanya.
Di bidang kesehatan, Wilson menjelaskan, supercomputer berperan besar dalam komputasi penelitian pembuatan vaksin Covid-19, 2020 lalu.
Supercomputer juga berperan di bidang kimia, dalam menyimulasikan kegiatan kimia di komputer. Tak terkecuali di bidang fisika, biologi, sosial, dan ekonomi. Seperti fintech, juga membutuhkan kemampuan dari supercomputer ini.

“Bahkan big data di dunia perbankan dan pengolahan data kependudukan, juga melibatkan peran supercomputer ini. Dan tentu masih banyak lagi bidang atau sektor-sektor lainnya,” terangnya.
Memasuki era revolusi industri 4.0, menurut Wilson, supercomputer akan menjadi teknologi yang esensial bagi Indonesia, karena dalam berbagai sektor sudah mulai menggunakan dan mengolah data. Tak bisa tidak, kehadiran supercomputer menjadi bagian penting dalam pengolahan data yang sedemikian besarnya di Indonesia.
Antusias, Wilson membeberkan sistem kerja dari supercomputer. Bahwa data yang telah diterima dengan kapasitas besar, kemudian diolah oleh supercomputer, lalu data tersebut diproses hingga menghasilkan output, berupa diagram atau grafik.
Wilson menjelaskan, perbandingan proses pengolahan big data menggunakan komputer server biasa memakan waktu hingga 3-4 bulan, dengan keakuratan data hanya 50%.
“Sebaliknya, jika menggunakan supercomputer, proses pengolahan data hanya membutuhkan waktu sekitar 4 jam, dengan tingkat keakuratan data mencapai 95 persen,” tandasnya.
KecintaanWilson Lisan pada dunia teknologi bermula sejak SMP, meski dia baru punya komputer sendiri saat SMA.
Karena kesukaannya pada teknologi itulah, Wilson menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Elektronika & Instrumentasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selama berkuliah, Wilson aktif mengikuti kompetisi bidang teknologi informasi sebagai jalan mengasah dan meningkatkan kemampuannya. Termasuk banyak mendapatkan pengetahuan dan koneksi di industri teknologi.
Wilson makin memperdalam ilmunya dengan mendapat beasiswa S2 di University of Edinburgh, Skotlandia.
Meski sempat hampir drop out (DO) kuliah, Wilson tetap berhasil menuntaskan studi S2-nya pada 2018 dengan gelar Master of Science (MSc).
Pulang ke Tanah Air, Wilson terlintas gagasan untuk mengembangkan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Alhasil, pada 2020, dia mendirikan perusahaan teknologi informasi di kota kelahirannya, Semarang, yang diberi nama EFISON Lisan Teknologi.
Perusahaannya itu menyediakan sejumlah layanan, meliputi jasa integrasi sistem komputer, hingga jual-beli komputer maupun server atau peladen yang sangat dibutuhkan untuk kemajuan teknologi.
“EFISON itu berasal dari nama panggilan kecil saya dulu,” ungkap Wilson.
Namun, daya tarik dari EFISON adalah supercomputer, yakni komputer dengan kemampuan sangat tinggi, untuk tujuan komersial.
Di mata Wilson, betapa penting dan esensial penggunaan komputer super di Indonesia. Tak heran jika dia harus mengeluarkan biaya super besar pula untuk membangun usahanya.
Wilson setidaknya telah menggelontorkan sekira Rp 4 miliar untuk apa yang dia bangun di tahap satu ini. Merangkul investor, salah satunya dari warga lokal, menjadi solusi untuk mendukung anggaran ke depan yang bisa terus bertambah.
Mengusung merek ALELEON Supercomputer, komputer super yang dilahirkan Wilson dapat melayani sistem di sejumlah bidang, seperti industri kimia, bioteknologi, gempa bumi, deep learning, hingga big data.
Tak sebatas itu, sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia sudah menjadi klien Wilson.
“Selain Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, juga pernah lintas kerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melalui UGM Yogyakarta. Termasuk salah satu unit pemerintahan di Kota Semarang,” bebernya.
Wilson merinci, biaya penggunaan ALELEON Supercomputer dihargai Rp 555 per CPU Core Hour (CCH) untuk masyarakat akademis, dan Rp 888 per CCH untuk nonakademis.
“Penggunaannya seperti pulsa listrik. Bagi pengguna layanan pribadi atau nonakademis, biasanya memilih yang Rp 1 juta hinggaRp 2 juta. Kalau yang akademis bisa lebih dari Rp 25 juta, sesuai kebutuhan masing-masing,” tuturnya.
Prinsip, menurut Wilson, penggunaan supercomputer harus didasarkan pada kebutuhan klien, sehingga tidak memaksa berbagai pihak untuk menggunakan layanan ini.***