Dalam bahasa Indonesia, Naqobah Ansab Auliya Tis’ah (NAAT) bermakna Lembaga Pencatat Nasab Wali Songo. Pembentukan NAAT bertujuan ngumpulke balung pisah, agar silsilah anak cucu keturunan Wali Songo tercatat secara kolektif, baik dari jalur laki-laki maupun perempuan.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma | SEMARANG | obyektif.id
RINTIK gerimis disertai angin yang menyejukkan seolah menyambut kedatangan para keturunan atau anak cucu Wali Songo yang tergabung dalam wadah bernama Naqobah Ansab Auliya Tis’ah (NAAT) di Padepokan Ki Ageng Sendang atau Pondok Pesantren (Ponpes) Al Machasin,Semarang pimpinan Kiai Haji Raden (KHR) Abah Sulthon Basyaiban, Ahad (29/5/2022).
Ini tentu bukan silaturahmi biasa. Sedikitnya belasan ulama, kiai, gawagis atau para keturunan kiai, raden, hingga bendoro dari berbagai kota di Jateng hadir untuk meresmikan sekaligus penetapan Sekretariat Dewan Pengurus Wilayah (DPW) NAAT Jawa Tengah.

Mereka yang hadir di antaranya adalah Gus Nur Salim (Semarang), Gus Mujiburrohman (Pengasuh Ponpes Dzikrun Ghofilin Al Hasimiyah, Tegal), KH Moh Umar Yasin (Tegal), Agus Efendi (Pekalongan), Gus Muh Mujahidin (Salatiga), Huda (Magelang), Roni Kustanto (Wonogiri), Ahmad Rifai (Pati), Gus Moch Ishlah (Sukoharjo), Kanjeng Senopati (Solo), Gus Muhammad Faqih (Pasuruan), serta Abah Sulthon selaku sahibul bait atau tuan rumah.
Dalam bahasa Indonesia, Naqobah Ansab Auliya Tis’ah bermakna Lembaga Pencatat Nasab Wali Songo.

Ketua Tanfidziyah DPW NAAT Jawa Tengah Gus Nur Salim mengungkapkan,selama ini silsilah para keturunan Wali Songo hanya ditulis parsial oleh perseorangan.
Kondisi itulah yang kemudian memunculkan ide membentuk NAAT agar nasab Wali Songo tercatat secara kolektif, baik dari jalur laki-laki maupun perempuan.

“Tujuan utama NAAT tak lain adalah untuk ngumpulke balung pisah dan menjalin silaturahmi di antara para anak cucu keturunan Wali Songo, serta birrul walidain atau berbakti kepada orangtua, dalam hal ini termasuk kepada leluhur,” ujar Gus Nur Salim.
Dari pencatatan yang dilakukan NAAT sejauh ini, sudah terdata kurang lebih seribuan orang pemilik garis keturunan Wali Songo.

Selain penyatuan silsilah, agenda utama NAAT lainnya adalah menjaga dan melestarikan manuskrip asli peninggalan Wali Songo. Saat ini sejumlah manuskrip itu mulai rusak bahkan punah.
NAAT juga bekerja sama dengan lembaga di Maroko yang menyimpan catatan-catatan tentang Wali Songo.

Turut hadir dalam silaturahmi ini, Kanjeng Senopati, putra wayah dalem Pakubuwono X Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang mengaku bersyukur dan mendukung sepenuhnya keberadaan NAAT.
Baginya, NAAT menjadi penting untuk menjalin silaturahmi, menyatukan persepsi, visi dan misi dalam ukhuwah berdasar akidah ahlussunnah wal jamaah, terutama dari trah-trah atau garis keturunan Wali Songo.

“Trah Wali Songo tersebar dan berafiliasi langsung dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, utamanya Kesultanan Demak, yang bisa disebut sebagai barometer kerajaan-kerajaan Nusantara,” tutur Kanjeng Senopati.
Untuk menghindari kemunculan orang yang mengaku-ngaku sebagai keturunan Wali Songo, NAAT mengantisipasinya melalui database, salah satunya berupa manuskrip silsilah Wali Songo yang merupakan tulisan tangan Sunan Giri.

Maka, tidak sebatas membahas nasab atau garis keturunan, silaturahmi historis NAAT di Padepokan Ki Ageng Sendang ini juga membedah seputar penerapan tes Deoxyribonucleic Acid (DNA) bagi validasi maupun validitas para anak cucu Wali Songo se-Nusantara hingga ke luar negeri, yang nasab-nya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.
Perwakilan Dewan Pengurus Pusat (DPP) NAAT, Gus Muhammad Faqih, dikenal sebagai pemerhati DNA yang jauh-jauh datang dari Pasuruan, Jawa Timur menerangkan, DNA merupakan rantai molekul yang berisi materi genetik khas pada setiap orang, untuk menjelaskan mengenai hereditas atau garis keturunannya.

DNA kali pertama ditemukan pada pada 1869 silam, oleh Gregor Mendel, ilmuwan Austria yang dikenal sebagai pionir ilmu genetika.
“Pada prinsipnya, diri atau tubuh setiap manusia tersusun dari seluruh DNA leluhurnya, sehingga zuriyah, nasab, atau garis keturunan seseorang tidak mungkin bisa dipalsukan,” terang Gus Muhammad Faqih, yang memiliki nama asli Fulyulis Indriyanto.

Tuan rumah sekaligus Mustasyar DPW NAAT Jawa Tengah, KHR Abah Sulthon Basyaiban yang masih memiliki garis keturunan Amangkurat IV menegaskan, NAAT merupakan media silaturahmi untuk persatuan dan kesatuan dalam keterkaitan meneruskan perjuangan dakwah Wali Songo dan menjalankan syariat Islam.
“Saya bangga, para sedulur anak cucu keturunan Wali Songo dan keraton bisa berkumpul dan bersilaturahmi. Semoga kita senantiasa memelihara kerukunan, serta memberikan dukungan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” pesan Abah Sulthon.

Ditetapkan pada 19 Oktober 2021, susunan kepengurusan DPW NAAT Jawa Tengah masa khidmat 2021-2026 meliputi Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah, serta dilengkapi beberapa bidang atau lembaga.
Selengkapnya, Ketua Mustasyar DPW NAAT Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh, didampingi sejumlah anggota: KH Taj Yasin Maimoen, KHR Abah Sulthon Basyaiban, KH Moh Umar Yasin, dan R Soedjono.

Selanjutnya, Ketua Syuriyah Gus Muh Mujahidin dan Sekretaris KH Khidir Kurdi.
Adapun Ketua Tanfidziyah DPW NAAT Jawa Tengah Gus Nur Salim, Wakil Ketua Gus Ahmad Dabbas, Sekretaris Gus Muhammad Toha, Wakil Sekretaris Gus Arifin, Bendahara Ustaz Abdul Jawad, dan Wakil Bendahara Gus Mualif Handoyo.

Sekretariat DPW NAAT Jawa Tengah ditetapkan menempati satu alamat di Padepokan Ki Ageng Sendang atau Ponpes Al Machasin, Jalan KH Abdullah Sajad, RT 02/RW 01, Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
Naqobah Ansab Auliya Tis’ah atau NAAT didirikan dan dideklarasikan sejak 3 September 2017 lalu, kemudian diresmikan Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin pada 5 Januari 2020, di Kabupaten Bangkalan (Madura), Jawa Timur.
Dipimpin Ketua Umum KHR Izamuddin Al Qodiri Al Hasani, Dewan Pengurus Pusat (DPP) NAAT berkantor pusat di Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan (Madura), Jawa Timur.***