Pemerintah Desa (Pemdes) Kutoharjo senantiasa membangun sinergitas integratif dengan Pemdes Protomulyo, sebagai dua wilayah pemangku kawasan Wisata Religi Kota Santri di Bukit Jabal ini.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma | KENDAL | obyektif.id
DESTINASI wisata religiKota Santri semakin menggeliat. Ribuan pelancong, utamanya para peziarah dari berbagai daerah terlihat menyerbu dan menyesaki kawasan wisata religi di perbukitan Jabal, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Ahad (24/10/2021).
Lonjakan ini terjadi pasca-pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama pandemi Covid-19.

Sedari pagi hingga malam, pengunjung terus menggelombang. Mereka rata-rata datang berombongan menggunakan bus-bus pariwisata, yang hilir-mudik keluar-masuk di area parkir. Termasuk di halaman depan Pujasera Jabal Asri, salah satu pusat jajanan serba ada dari beberapa kafe atau warung-warung yang menyediakan aneka kuliner di kawasan ini.
Puluhan pedagang “tiban” atau dadakan turut memanfaatkan keriuhan ini untuk mengais rezeki, sehingga seolah nyaris tak menyisakan ruang bagi pengunjung untuk bergerak secara leluasa.

Sejak pandemi kian melandai dan ada pelonggaran-pelongaran terkait protokol kesehatan (prokes), masyarakat benar-benar mengalami eforia kegembiraan. Mereka seolah langsung berhamburan, berburu tempat berhibur dan menyerbu tempat-tempat berlibur.
Salah satunya berwisata religi di Kaliwungu, Kendal. Di sini, destinasi yang sering dikunjungi oleh masyarakat adalah Masjid Agung Al Muttaqin Kaliwungu, di Desa Krajankulon.

Pada malam hari, di alun-alun depan masjid, banyak padagang menggelar dagangannya. Mulai buku, pakaian, tas, buah-buahan, hingga aneka jajanan dan nasi kucing. Tak ketinggalan kehadiran wahana permainan dan odong-odong.
Masjid Agung Al Muttaqin, yang terletak di sisi kanan Alun-alun Kaliwungu ini, dikenal masyarakat sekitar didirikan oleh Kiai Asy’ari. Meski begitu, ada bantahan dari penulis buku Babad Tanah Kendal, Hamam Rohani.

Menurut Hamam, Masjid Agung Al Muttaqin didirikan pada tahun 1653 oleh Bupati Kaliwungu saat itu. Alasan Hamam, karena Kiai Asy’ari menurut sejarah datang di Kaliwungu pada 1780-an.
Selepas dari Masjid Agung Al Muttaqin, pengunjung biasanya melanjutkan ke makam-makam para kiai yang dikenal sebagai penyebar agama Islam, di kawasan terpusat Wisata Religi Kota Santri Kaliwungu di Bukit Jabal, yang menempati dua wilayah bertetangga, yaitu Desa Kutoharjo, Kecamatan Kaliwungu dan Desa Protomulyo, Kecamatan Kaliwungu Selatan.

Mereka datang dengan tujuan berziarah, di antaranya ke Makam Kiai Guru atau Kiai Asy’ari, Sunan Katong, dan Pangeran Juminah, yang masuk wilayah Desa Protomulyo. Juga di Makam Wali Musyafak, Kiai Haji (KH) Abu Khoer, KH Ahmad Rukyat, dan KH Mustofa, serta Makam Wali Hasan Abdullah (Eyang Pakuwojo), yang berada di wilayah Desa Kutoharjo.
Makam ini terletak di Bukit Jabal, Desa Protomulyo dan Desa Kutoharjo, yang berjarak sekitar dua kilometer dari Masjid Agung Al Muttaqin Kaliwungu.

Munawaroh, salah seorang pengunjung asal Kota Semarang datang bersama kerabat dan rombongan dua bus, bertujuan untuk berziarah.
Dia yang sehari-harinya merupakan ustazah/pembimbing di Penitipan/Taman Penitipan-PAUD-TPQ Yayasan Darunnajah, Kelurahan Karangroto, Kecamatan Genuk, Kota Semarang sudah beberapa kali berziarah ke beberapa makam di sini, di antaranya Makam Kiai Asy’ari (Kiai Guru) dan Wali Musyafak.

Sebanyak 250-an orang pengunjung lain datang dari Magelang. Menggunakan lima bus, rombongan jemaah Masjid Nurul Iman Magelang yang dipimpin KH Kusworo didampingi Nano Ismail ini datang untuk liburan, berwisata dan berziarah.
Kusworo mengaku kedatangannya bersama rombongan kali ini merupakan yang pertama. Mereka mengetahui destinasi Wisata Religi Kota Santri Kaliwungu berkat informasi dari Dinas Pariwisata setempat, Kabupaten/Kota Magelang.

Menyikapi lonjakan gelombang pengunjung atau peziarah pasca-pandemi Covid-19, Kepala Desa (Kades) Kutoharjo Ivan Styawan mengaku telah menyiapkan konsep dan langkah-langkah progresif untuk pengembangan Wisata Religi Waliku yang berada di wilayah pemangkuannya, Desa Kutoharjo.
Ivan Styawan menegaskan, Pemerintah Desa (Pemdes) Kutoharjo senantiasa membangun sinergitas integratif dengan Pemdes Protomulyo, sebagai dua wilayah pemangku kawasan Wisata Religi Kota Santri di Bukit Jabal ini.

Kesiapan Ivan Styawan bukanlah isapan jempol belaka. Bahkan, awal November nanti, dia bakal memboyong atau memindahkan pusat pemerintahan, Balai Desa Kutoharjo ke Rumah Singgah, yang berada di sisi kanan depan kawasan Wisata Religi Waliku.
Betapapun, ibarat menanam bunga, Kades Ivan Styawan bersama warga Desa Kutoharjo siap menyambut kedatangan kupu-kupu atau siapa pun yang ingin berwisata religi ke Kota Santri Kaliwungu, Kabupaten Kendal.

Diketahui, sebutan Kota Santri mencuat karena di kecamatan arah barat Kota Semarang ini terdapat puluhan pondok pesantren. Salah satu kiai besar, KH Dimyati Rois juga tinggal di sini, tepatnya di Kampung Jagalan, Desa Kutoharjo. Sementara santrinya, KH Ali Nurudin atau akrab disapa Ustaz Ali, mukim di bilangan Bukit Jabal, Desa Protomulyo.
Menengok sejarahnya, nama Kaliwungu diambil dari peristiwa seorang guru (Sunan Katong) dan muridnya, Pakuwojo (Hasan Abdullah) yang terlibat duel berdarah di dekat kali atau sungai, karena perbedaan prinsip.

Menurut cerita, Sunan Katong berdarah biru dan Pakuwojo berdarah merah. Keduanya wafat dalam perkelahian itu dan darahnya mengalir di sungai, sehingga berubah menjadi ungu. Jadilah nama Kaliwungu, yang sangat lekat sebagai Kota Santri ini.***