Betapa, tak akan pernah habis Ustaz Ali mengupas Kota Santri. Sebagaimana masyarakat Kota Santri yang tidak berbatas mengenal Ustaz Ali.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma | KENDAL | obyektif.id
KOTA Santri adalah Ustaz Ali. Ya, Ustaz Ali adalah Kota Santri. Kedua nama ini saling identik dan lekat satu sama lain. Tak bisa dilepaskan. Entah sejak kapan simbiosa ini bermula dan terus beriringan hingga sekarang.
Kota Santri adalah julukan atau sebutan Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang memang dikenal kental dengan denyut kehidupan santri dan pesantren.

Ustaz Ali adalah sapaan karib Kiai Haji (KH) Ali Nurudin, ulama muda yang memiliki banyak santri dan pengikut, karena sikap-sifatnya yang membumi dan bisa membaur lintas kalangan.
Dari kalangan kiai sepuh hingga para buruh. Dari kaum ibu-ibu hingga anak muda milenial, semua mengenal dan “akrab” dengan Ustaz Ali.

Di Kota Santri Kaliwungu inilah Ali Nurudin lahir dan dibesarkan, tepatnya di Kampung Saribaru, Desa Sarirejo, Kecamatan Kaliwungu.
Kelahiran Kendal, 23 Juni 1966, anak keenam dari 7 bersaudara pasangan KH Sukhaimi dan Hj Romlah ini boleh disebut beruntung karena hidup di tengah keluarga agamis.

Sejak 2010 silam, Ustaz Ali mulai mendiami rumah –atau lebih tepat disebut “istana” megahnya di Jabal, Perum Karya Sejahtera Nomor 1, RT 01/RW 12, Desa Protomulyo, Kecamatan Kaliwungu Selatan.
Tak berselang lama tinggal di istananya yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi itu, Ustaz Ali mendirikan Pondok Pesantren Putri Tahfidzul Qur’an Jabal Nur.

Nama Jabal Nur diberikan oleh KH Dimyati Rois, yang sekaligus melakukan peletakan batu pertama, sekira Mei 2010.
Jauh sebelumnya, seputar 1998, di samping kiri kediamannya, Ustaz Ali bersama masyarakat sekitar telah terlebih dulu mendirikan Masjid Jabal Nur yang tak kalah megah.

Saat ini sedikitnya tercatat 100 santriwati dari berbagai penjuru Tanah Air yang menimba ilmu di Ponpes Jabal Nur.
Sebagai pengasuh, keseharian Ustaz Ali tidak lepas dari jadwal pembelajaran Ponpes Jabal Nur. Semisal, saban Senin-Kamis-Sabtu, pukul 09.00-10.30, menggelar Pengajian Kitab Hadis “Muhtarul Ahadits”, yang berisi hadis-hadis pilihan Hadis Riwayat (HR) Bukhari dan Muslim.

Kemudian setiap Jumat malam Sabtu, selepas isya, memimpin pengajian rutin bersama santri dan masyarakat, mengupas Kitab “Nashoihul Ibad” karya Imam Nawawi, berisi tentang Alquran dan Hadis berdasar maqolah atau perkataan para Sahabat Rasulullah.
Khusus untuk Jumat malam Sabtu Wage, digelar istighotsah yang diikuti santri dan masyarakat.

Selain itu, bagi santri-santrinya, ada aktivitas Jam’iyahan Malam Jumat, yang berisi pembacaan Barzanji dan Shalawat, dilanjut dengan khitobah atau latihan berpidato di kalangan mereka sendiri.
Di lantai dua rumah megah Ustaz Ali juga terdapat aula, yang biasa digunakan untuk menggelar rapat para ustaz dan assatid.

Sungguh menyesakkan, ketika semua aktivitas kesantrian dan keagamaan itu harus “terbatasi”, bahkan terhenti sementara akibat deraan pandemi Covid-19, di hampir dua tahun belakangan ini.
Di sela kesibukan religiusitasnya, Ustaz Ali ternyata juga kuyup dengan berbagai jabatan di organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun partai politik (parpol).

Selain sebagai Pengasuh Ponpes Jabal Nur, Ustaz Ali tercatat menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Kendal dan Wakil Ketua Dewan Syuro PKB Jawa Tengah.
Kemudian Penasihat Srikandi Pemuda Pancasila (PP) Jateng, Penasihat Lembaga Anti-Narkoba (LAN) Jateng, serta Ketua Paguyuban Sokolimo Kabupaten Kendal dan Ketua Pembina Yayasan Yatim Piatu Al Ikhlas, Kaliwungu, Kendal.

Rekam jejak politik paling menonjol adalah ketika Ustaz Ali ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Kabupaten Kendal, sebagai calon bupati berpasangan dengan Yekti Handayani (Nurani).
Meski langkahnya terhenti dan gagal memenangi kontestasi, Ustaz Ali tak pernah merasa kecewa. Dia mengaku sedari awal sudah “siap menang, siap kalah.”

Sebaliknya, kini Ustaz Ali justru nyaman sebagai “rakyat biasa” yang siap memberikan saran, kritikan, dan masukan membangun bagi pemerintahan yang sekarang.
Bagi Ustaz Ali, kehidupan yang dilakoninya kini malah dirasa lebih menenangkan. Dengan terus mengembangkan kepekaan sosial, utamanya bagi kalangan yang membutuhkan perhatian dan kepedulian.

Pendirian Workshop Teknologi Informasi Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas Ponpes Jabal Nur, bantuan dari Kementerian Tenaga Kerja, 2019 lalu, merupakan salah satu bukti kepedulian Ustaz Ali bagi anak-anak muda yang membutuhkan ilmu dan keterampilan menuju dunia kerja secara cuma-cuma.
Cukup beralasan. Sebab, dalam pengamatan Ustaz Ali, Kota Santri Kaliwungu kini lebih disesaki para pedagang, khususnya kuliner. Dominasi para pejuang rupiah itu seolah membiaskan julukan Kota Santri, yang semestinya riuh lalu-lalang para santri, menjadi “kota kuliner”.

Saat ini, bersama istri tercinta, Hajah Qona’ah –putri Kiai Haji Farichin dan Nyai Hajah Zulaechah, Ustaz Ali hidup bahagia di tengah lima putra-putri mereka: Nida’ul Millah (21 tahun), Muhammad Salman Nurudin (19 tahun), Hanum Mawardah (17 tahun), Ahmad Qosasi (15 tahun), dan Aina Mardziah (12 tahun).
Betapa, tak akan pernah habis Ustaz Ali mengupas Kota Santri. Sebagaimana masyarakat Kota Santri yang tidak berbatas mengenal Ustaz Ali.***