“Terus kenapa? Mau disebarkan? Silakan. Sudah biasa. Tinggal panggil orang buat bersihkan, nanti saya yang bayar,” ujar Abdul Hardik, pemilik usaha pemotongan ayam Citra Dewi Broiler menantang.

REPORTER: Noviyanto | EDITOR: Dwi Roma | KENDAL | obyektif.id
TUMPUKAN limbah bulu ayam dari pemotongan ayam Citra Dewi Broiler yang dibuang ke Sungai Bulanan atau Sungai Mati, Desa Bumiayu, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah sudah lama meresahkan warga.
Akibat limbah itu, warga mengeluhkan bau busuk dan merasakan gatal-gatal di kulit mereka jika terkena air sungai itu.
Abdul Hardik, pemilik pemotongan ayam Citra Dewi Broiler seolah tak beritikad baik menyikapi keluhan warga.

Ketika dikonfirmasi awak media, Kamis (26/8/2021), Hardik malah marah-marah, melontarkan nada keras dan membentak wartawan. Tumpukan limbah bulu ayam yang ada di sungai itu, menurutnya, hanya kelalaian dari karyawannya.
“Kalau untuk tumpukan limbah itu saya sudah tahu. Itu mungkin hanya kelalaian dari karyawan saya. Hanya masalah seperti itu biasa,” katanya.
Hardik menegaskan, tumpukan limbah jika bukanlah masalah yang besar. Dia berkukuh, izin usahanya semua lengkap.

Bahkan, menurutnya, usahanya juga sudah memiliki instalasi untuk pengolahan limbah.
Baginya, kedatangan awak media untuk mengonfirmasi masalah limbah, sudah biasa.
“Silakan kalau mau disebarluaskan. Kalau ada tumpukan seperti itu mau apa? Mau kalian sebarkan? Silakan. Lagian hanya tumpukan sedikit seperti itu, tinggal panggil orang untuk bersihkan, nanti saya yang bayar,” cetusnya, pongah.
Ketika mengonfirmasi berkaitan tumpukan limbah di sungai tersebut, obyektif.id mendapat tanggapan dan sikap Abdul Hardik yang tak bersahabat.
Pasalnya, pemilik pemotongan ayam tersebut justru marah-marah dan bersikap menantang.
Selain melontarkan nada keras dan membentak-bentak, Abdul Hardir seolah menganggap perbuatannya merupakan hal yang sepele.
Saat datang dan memperkenalkan diri, kemudian menunjukkan foto-foto tumpukan limbah bulu ayam, obyektif.id langsung dibentak dengan nada keras.
“Terus kenapa? Mau disebarkan? Silakan. Sudah biasa. Tinggal panggil orang buat bersihkan, nanti saya yang bayar,” ujar Abdul Hardik, menantang.
Salah satu warga setempat, Ahmad yang kesehariannya mencari ikan di Sungai Bulanan, mengaku jika terkena air tersebut kulit akan terasa gatal dan untuk menyembuhkan rasa gatal tersebut harus menggunakan balsam antigatal.
“Ya, memang gatal kalau terkena air sungai itu. Tapi mau gimana lagi, mata pencaharian saya di sini, menangkap ikan di sini. Kalau (kulit) badan terasa gatal, saya langsung usap dengan balsam, untuk mengurangi rasa gatalnya,” terangnya.
Langgar UU PPLH
Terpisah, Ketua Aktivis Relawan Lindungi Hutan Kendal Febriyanto Cahyo P saat dimintai tanggapannya menuturkan, membuang tumpukan limbah di Sungai Bulanan itu sudah melanggar UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Konservasi Sungai.
Selain itu, tumpukan limbah tersebut juga sudah merusak lingkungan dan ekosistem di dalamnya akan mati.
“Menurut saya itu sudah melanggar aturan. Saya harap, Bupati Kendal memerintahkan dinas terkait untuk menindaklanjuti berkaitan hal tersebut, agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali,” tegasnya.
Febriyanto menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) sudah dijelaskan, setiap orang atau perusahaan yang dengan sengaja membuang limbah ke sungai, maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo Pasal 104 UU PPLH.
“Pasal 60 UU PPLH menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin,” bebernya.
Selanjutnya, Pasal 104 UU PPLH menyebutkan “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah)”.***