Badai Menerjang Kala Bujang Kelana Berjuang

Tak terasa, masa-masa itu begitu cepat berlalu. Sekira sepuluh tahun merantau bekerja di beberapa kota, sampai akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung kelahirannya. Bekerja apa saja asal tak jauh dari rumah tinggalnya. 

MUTABINGUN | EDITOR: Dwi Roma | obyektif.id

HAMBATAN dan rintangan dalam setiap perjuangan sudah pasti ada, sebagai sebentuk cobaan. Tak mengenal usia, entah tua ataupun muda. Tak mengenal strata dan kasta, entah miskin atau kaya.

Setiap insan pejuang sudah pasti akan bertemu dengan segudang halang-rintang yang akan selalu mengadang.

Seperti yang sekarang sedang dialami seorang pemuda yang beranjak tua. Usia kepala tiga.

Saat ini dia sedang berjuang memperbaiki nasib. Demi mewujudkan sebuah cita-cita untuk bekal di hari depannya.

Tak malu-malu dia pun melupakan usia, terjun menjadi seorang mahasiswa.

Mencari Nafkah

Ciki, begitu teman-temannya biasa menyapa. Nama panggilan. Seorang pemuda yang sejak lulus SMA mengadu nasib dengan bekerja ke luar kota. Berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya. Mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Membantu ibu dan ketiga adiknya. Karena sejak kecil, ayahnya telah tiada.

Macam-macam pekerjaan pun pernah dia jalani. Dari menjadi tukang fotokopi hingga jadi penjual roti.

Tak terasa, masa-masa itu begitu cepat berlalu. Sekira sepuluh tahun merantau bekerja di beberapa kota, sampai akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung kelahirannya. Bekerja apa saja asal tak jauh dari rumah tinggalnya. 

Memulai bekerja menjadi seorang “Kapetan” alias karyawan perawat tanaman kelengkeng di desanya. Kemudian menjahit, dan hingga saat ini dia menjadi tukang kebun di sebuah sekolahan.

Ciki tak pernah lagi berpikir untuk pergi ke luar kota, untuk mencari pekerjaan.

Menurutnya, bekerja apa dan di mana saja akan ada hasilnya, asal dengan niat yang sungguh-sungguh, serta ikhlas dan senang menjalaninya.

Buka Kantin

Di sekolah tempatnya bekerja, Ciki diberikan kesempatan membuka kantin. Menjual makanan untuk menambah penghasilan.

Hasil tambahan dari kantin itulah, Ciki memberanikan diri mendaftar kuliah. Dengan satu harapan, suatu saat nasibnya bakal berubah.

Sedikit demi sedikit uang dikumpulkan untuk biaya kuliah.

Namun harapan itu seakan punah ketika datangnya wabah. Ya, pandemi Covid-19 yang selama ini melanda negeri, bahkan seantero Bumi.

Pandemi itulah yang menjadikan usaha kantin Ciki akhirnya terhenti.

Sudah sembilan bulan lamanya sejak sekolah-sekolah diliburkan, Ciki tak memunyai lagi penghasilan tambahan.

Gaji pokok dari sekolah hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan sepeda motor yang dia pakai selama ini. Sementara untuk biaya kuliah, Ciki hanya bisa pasrah.

Dia berharap, semoga pandemi segera berakhir, sehingga bisa kembali membuka usaha kantinnya. Agar utang-utang terkait administrasi kampusnya bisa terlunasi.

Ciki percaya, di setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Seraya senantiasa berdoa kepada Tuhan agar selalu diberikan kesehatan, keselamatan, dan kekuatan dalam menghadapi setiap cobaan, hingga berhasil melewati segala hambatan dan rintangan dalam setiap perjuangannya. Semoga.***

One thought on “Badai Menerjang Kala Bujang Kelana Berjuang

  1. Jangan patah semangat kawan karena banyak sekali bujangan yg senasib seperti diri mu akibat covid ini hanya kepada Allah lah semua di gantungkan semoga proses perjuangan mu yg hebat,kesuksesan ada di depan mu amin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *