Tak banyak orang tahu, ternyata Kandangan, Temanggung memiliki pengrajin batik dengan hasil karya indah dan cantik. Pantas saja jika banyak konsumen, pedagang, bahkan pemilik branding yang melirik.
REPORTER: Mutabingun | EDITOR: Dwi Roma | TEMANGGUNG | obyektif.id
BATIK Kelingan, yang beralamat di Dusun Kelingan, Desa Caruban, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung telah lama menghasilkan corak, model, dan motif beragam.
Salah satunya adalah produksi batik tulis dengan motif khas temanggungan, yang hingga kini masih dipertahankan dan selalu menjadi andalan.
Memadukan motif klasik dan modern, Sri Wahyuni, pemilik Batik Kelingan mengaku bahwa batik khas temanggungan yang diproduksinya berhasil memikat banyak pelanggan.

Merintis usaha kerajinan batik sejak 2011, membuat Yuni semakin percaya diri mengembangkan usaha batiknya yang semakin lama kian diminati.
Tak puas, Yuni pun masih ingin selalu menambah pengalamannya dalam urusan membatik.
Menurutnya, pengalaman yang sudah dia dapat sedari kecil, semasih tinggal di Gunungkidul, Yogyakarta sampai saat ini dirasa belum mencukupi. Yuni selalu ingin berinovasi dan mengolaborasikan antara batik motif klasik dengan corak masakini.
Sentra Pembelajaran
Tak hanya itu. Pranggok (tempat produksi batik) Yuni di Kampung Kelingan, Kandangan juga dijadikan sentra kegiatan pembelajaran bagi pelajar maupun mahasiswa yang ingin mengembangkan bakat seni membatik.
Yuni selalu welcome kepada siapa saja yang berminat belajar membatik.
“Tempat ini saya buka bukan sekadar untuk menjual hasil batik saya saja, tapi juga untuk memberikan ruang bagi pelajar dan mahasiswa, bahkan masyarakat umum yang ingin coba mengekspresikan kreasi membatik di atas kain,” ujarnya.
SMA Islam Kandangan menangkap peluang ini. Melalui kegiatan lintas peminatan, sekolah ini menggiring beberapa siswa-siswinya untuk mengikuti pelatihan membatik motif temanggungan di workshop Yuni, Senin (2/11/2020).

Kegiatan bertujuan untuk memberikan bekal, khususnya di bidang wirausaha kepada siswa-siswi SMA Islam Kandangan.
Selain itu, kegiatan juga untuk menyiasati pembelajaran daring selama pandemi.
“Setidaknya rasa kangen siswa-siswi dengan guru dan teman-temannya dapat terobati. Meskipun jumlah siswa yang ikut dalam kegiatan ini masih terbatas,” ungkap Putri Jatra Sani, guru Mata Pelajaran Ekonomi dan PKWU yang mendampingi kegiatan.
Kepada siswa-siswinya, Putri berpesan agar dapat memanfaatkan kegiatan kreatif ini dengan semaksimal mungkin dan harus bertanggung jawab dengan peminatan yang telah dipilih.
“Kita harus selalu belajar secara kreatif dan inovatif. Melalui pelatihan ini, siapa tahu bisa menjadi peluang usaha di kemudian hari setelah kalian semua lulus nanti,” jelasnya.
Tema Kopi
Di awal kegiatan, para siswa dipersilakan untuk coba mengekspresikan kreasi, dengan menggambar tema kopi di atas kain, menggunakan pensil. Ini merupakan langkah “perkenalan” sebelum mereka belajar nyungging, nyolet, nyanting, hingga nglorod.

Fera Azani, siswi kelas XI IPS mengaku tak mudah untuk memulai menggambar pola dengan tema atau motif kopi, yang menjadi ikon batik temanggungan. Meski membatik memang tak harus persis dengan gambar asli.
Yuni, yang begitu telaten melatih siswa-siswi, menegaskan bahwa untuk mendapatkan hasil yang maksimal, pada saat menggambar pola harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan konsentrasi penuh.
“Jangan disambi guyon, karena ini akan sangat mempengaruhi hasil,” tuturnya.
Di sela kegiatan, Yuni menerangkan, saat ini sudah ada sedikitnya enam motif yang menjadi ikon batik khas temanggungan, yang telah diresmikan oleh pemerintah. Meliputi motif kopi, tembakau, panili, ayam cemani, jaran kepang (kuda lumping), dan motif cengkeh.***