Kekeringan Malah Membawa Keberkahan

Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri

AKIBAT musim kemarau, WadukGajah Mungkur (WGM) Wonogiri yang biasanya penuh air, kini kelihatan mulai surut, bahkan sebagian telah mengalami kekeringan. Namun, waduk yang kekeringan ini malah membawa keberkahan bagi warga sekitar.

DAERAH pinggiran di sekeliling Waduk Gajar Mungkur, seperti Kecamatan Baturetno, Giriwoyo, Eromoko, dan Nguntoronadi yang semula tergenang air, pun kini berubah menjadi daratan. Kondisi tanah mengering dan pecah-pecah.

Lahan pasang surut ini ternyata membawa rezeki dan keberkahan tersendiri bagi penduduk sekitar WGM. Para  petani di daerah ini memanfaatkan lahan kering dengan menanami padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, cantel, tembakau, dan sayur- sayuran.

Di musim penghujan, sebagian Desa Turirejo, Kecamatan Eromoko dan Desa Glesungrejo, Kecamatan Baturetno biasanya terendam air. Tepatnya tanah pinggiran aliran Sungai Bengawan Solo. Bahkan, kedua daerah tersebut kelihatan indah di musim penghujan, bagaikan hamparan pantai. Namun di musim kemarau seperti saat ini berubah menjadi daerah kering dengan panorama ladang pertanian.

Tanaman jagung di lahan Waduk Gajah Mungkur yang mengering

Jalan yang semula terendam air, kini muncul kembali dan berfungsi sebagai jalur lalu lintas.

Waduk Gajah Mungkur jadi daratan

Saat musim hujan, penduduk Eromoko yang ingin ke Baturetno atau sebaliknya, yang biasanya diseberangkan perahu mesin, kini tak perlu lagi. Cukup naik sepeda onthel atausepeda motor, bahkan mobil, mereka bisa melintasinya.

Perahu mesin yang biasa menyeberangkan para penumpang, kini harus istirahat, menanti datangnya musim hujan dan tergenangnya kembali waduk ini.

Krisis Air

Perahu penyeberangan yang menganggur, dijadikan lokasi foto pengunjung

Di daerah Wonogiri, musim kemarau tidak hanya mengakibatkan krisis air bersih, tapi juga berdampak pada para peternak serta budidaya ikan di perairan WGM dan sekitarnya. Budidaya sistem karamba tidak lagi berjalan seperti biasa, karena surutnya air waduk ini.

Musim kemarau juga berdampak pada para peternak, yang kian sulit mendapatkan rumput segar. Mereka terpaksa harus mengganti pakan ternak dengan membeli batang jagung dengan harga Rp 10.000 per ikat.

Di sisi lain, lahan kering dan kemunculan kembali jalan yang selama ini tergenang, dimanfaatkan penduduk setempat untuk kegiatan bersepeda, wisata lokal, dan refreshing.

Menjelang matahari terbenam, tempat ini banyak dikunjungi para remaja, untuk menikmati keindahan alam senja di Desa Glesungrejo, Baturetno.*** skt-dnr

Air Surut, Nelayan Panen Ikan

Pembeli memilih aneka jenis ikan hasil tangkapan dari Waduk Gajah Mungkur

MUSIM kemarau mengakibatkan air Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri surut. Ribuan ikan kesulitan air.

Situasi ini menjadi rezeki tiban bagi para pencari ikan dan tengkulak di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karya Mina, Desa Kedungombo, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri.

Dampak cuaca panas, banyak ikan muncul ke permukaan air, sehingga dengan mudah ditangkap oleh para pencari ikan. Menurut keterangan para tengkulak, setiap hari sekitar 200 sampai 300 kg ikan dibeli dari para pencari ikan, dijual dengan harga bervariasi, tergantung jenis ikannya.

Ikan yang ditangkap meliputi ikan jambal, betutu, lele, nila, mujaher, saga, gabus/kutuk, wader pari, dan udang. Ikan-ikan tersebut tidak hanya dibeli oleh penduduk setempat, tapi juga kerap diborong para pelancong dan tengkulak dari daerah Sukoharjo, Solo, dan Sragen.

Boyongan

Akibat cuaca panas, para nelayan yang semula menangkap ikan di seputar perairan Baturetno, Nguntoronadi, kini terpaksa “boyongan” ke perairan Eromoko dan Wuryantoro.

Menurut penuturan salah satu pencari ikan dari wilayah Baturetno, dalam sehari dia dapat menangkap ikan kurang lebih 10-20 kg.

Waduk Gajah Mungkur tidak hanya berfungsi sebagai irigasi dan wisata, tapi juga sebagai media budidaya perikanan, yang hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat Wonogiri dan sekitarnya.

Penjual aneka jenis ikan hasil tangkapan dari Waduk Gajah Mungkur

Dengan adanya perikanan tersebut, para nelayan tradisional dapat menghidupi kebutuhan keluarga sehari-hari dan menyekolahkan anak-anaknya, sekaligus nenambah lapangan pekerjaan masyarakat setempat.

Untuk mengembangkan perikanan, Pemerintah Kabupaten Wonogiri menerapkan sistem jala karamba terapung (Jakapung) di perairan Taman Wisata Waduk Gajah Mungkur. Sistem jakapung dinilai mampu mengembangkan budidaya perikanan di Kabupaten Wonogiri.*** skt-dnr

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *