Karena terlalu sering menang lomba gambar, gadis berusia 10 tahun ini didapuk jadi guru Mata Pelajaran Seni, Budaya, dan Keterampilan di sekolahnya sendiri, SD Negeri 5 Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

REPORTER/EDITOR: Dwi Roma
SEBERAPA sering gadis penyandang nama lengkap Elvaretta Cicelyana Yocelyn, yang intim disapa Celyn ini menang lomba menggambar, hingga dia sudah diberi tanggung jawab besar untuk mengajar?
Simak saja tiga etalase di ruang tamu rumahnya, di Perumahan Margoasri Gang 12, RT 036/RW 009, Desa Puro, Kecamatan Karangmalang, Sragen yang disesaki lebih 700-an piala dari menggambar dan mewarnai. Hebatnya, 70 persen piala itu berlabel juara pertama.
Selain piala, bingkisan hadiah menang lomba macam tas dan peralatan menulis juga terkoleki rapi di rumahnya. Itu pun sebagian sudah dia bagi-bagikan ke orang lain.

Sejak TK
Celyn adalah putri semata wayang Joko Sunoto (36) dan Indah Pujiastuti (36). Dia sudah diajak ikutan lomba sejak umur empat tahun, ketika masih bersekolah di TK Bhayangkari Sragen.
Enam tahun berselang, Celyn masih mengorbankan hari Sabtu dan Minggunya untuk ikutan lomba. Kebanyakan informasi lomba didapat keluarga Celyn dari grup WhatsApp. Bahkan, meski di masa pandemi, lomba menggambar masih digelar.
“Sekarang sudah terkumpul Rp 80 juta, uang hasil menang lomba. Uang itu mau dipakai buat beli mobil. Saya ingin punya mobil Avanza,” cetusnya.
Meski gampangnya disebut guru, kemungkinan status Celyn di sekolah bukan guru beneran, melainkan tutor sebaya.
Nah, selama masih didampingi pengajar dewasa, metode seperti ini seru juga untuk dicoba. Di YouTube juga bisa dijumpai aksi seorang guru cilik lainnya di Indonesia, mengajar kelas informal yang pesertanya masih imut-imut.

Sejak Kelas II
Peran Celyn sebagai guru kesenian menggambar sudah dilakoninya sejak kelas II SD. Dia mengajar tiga kali seminggu di tiga kelas berbeda. Bahkan, dia pernah mengajar gambar anak-anak kelas III SD, justru sewaktu dia masih duduk di kelas II.
Joko Sunoto, ayah sekaligus guru kesenian di SD tempat Celyn sekolah mengungkapkan bahwa pernah ada kejadian Celyn diprotes, karena dianggap terlalu rumit saat mengajar.
“Saat mengajar di sekolah itu, ada siswa yang keberatan, karena contoh gambar yang diberikan Celyn terlalu rumit dan detail,” kata Joko.
Pintar menggambar bukan berarti pintar mengajar. Namun, buktinya proyek kaderisasi Bu Guru Celyn cukup berhasil. Celyn dan dua “murid”-nya pernah ikutan salah satu lomba gambar dan mewarnai di SMK Kristen Sragen.
“Hasilnya sangat mengagumkan. Juara pertama disabet Celyn, juara kedua dan ketiga juga disabet para muridnya,” ujar Joko.
Apakah Celyn sedang membangun elite global sektor mewarnai? Bisa jadi.***